# tantangan gurusiana ke-114

# pentigraf

Kasih Tak Sampai 

Senja berwarna jingga begitu terlihat indah. Semilir angin yang begitu dingin menembus tubuhku yang berbalut  baju syar'i yang dikombinasikan dengan bahan kebaya. Baju yang aku kenakan terlihat indah dan mewah. Malam ini, malam yang istimewa. Keluarga Mas Sidik akan datang untuk ta'aruf. Suasana rumah tidak seperti biasanya, seluruh keluarga berkumpul. Sidik sosok pria dari keluarga sederhana. Karena kecerdasannya mendapatkan beasiswa di Madinah. Hafiz Qur'an, sosok laki- laki yang di dambakan para wanita. 

Orang tua Sidik dan orang tua aku adalah kerabat. Kami sekeluarga menanti dengan gelisah. Karena waktu yang sudah di janjikan belum juga datang. Di luar sana cuaca semakin memburuk. Butir gerimis membasahi bumi. Suasana semakin tegang, karena yang di tunggu belum juga datang. Sekilas kulirik jam yang ada di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Entah kemana  gerangan kasih yang aku dambakan. 

Suasana menjadi  senyap, terlihat tegang dan gelisah. Aku dan orangtuaku sudah berkali-kali telpon, namun telpon tidak bisa  disambung. Airmataku mulai meleleh, aku takut terjadi sesuatu padanya. Aku takut gagal lagi, karena ini yang  ketiga kalinya. Calon suamiku sebelumnya saat kami sudah hampir menuju proses pernikahan, meninggal karena serangan jantung. Yang kedua pun demikian, meninggal akibat kecelakaan. Tiba-tiba dawaiku bunyi, aku langsung angkat dengan loud speaker, pihak yang menelpon dari rumah sakit mengabarkan bahwa keluarga Sidik mengalami kecelakaan, Sidik dan ayahnya meninggal di tempat. Ibu dan adiknya kritis. Aku hanya bisa menjerit sekuat tenaga. Saat aku sadari, aku sudah ada di rumah sakit. Ohh ya Rabb, manusia hanya bisa berencana, Allah SWT yang menentukan. Aku hanya bisa menangis, menatap asa yang hampa. 

Salam Literasi

Cirebon, 020620